Seperti sebuah cerita, hidup
hanya bisa diarahkan akhirnya oleh penulis cerita tersebut. Para pembaca, atau
penikmat cerita bertugas menerima dengan rupa-rupa kecamuk, semisal marah, penasaran, manggut-manggut,
bahagia, dan bersedih pada setiap kisah yang dituliskan penulis. Demikian
dirimu! Setelah berpaya-payah menuangkan segenap tenaga dan pikiran untuk kesembuhan
kakak Zao yang divonis osteoforosis dini di usianya yang belum genap 4 tahun. Selama
setengah tahun, kakak menahan sakit nyerinya tulang-tulang di persendian kaki, bahkan hanya untuk menggerakkan tubuh di tempat tidur. Dalam situasi ini, kau hadir, bernafas dalam rahim mama. Ini sebuah alur hidup
yang disuguhkanNya, sebagai pemilik cerita; mama dan papa bercuka cita! Setidaknya,
dirimu adalah penawar “lelah” mengimbangi segenap hal sekaitan dengan pemulihan
kakak.
Namun, tahukah? Mama dan papa
hanyalah pelakon kisah. Sebagaimana nasib para pembaca, Sang Penulis bebas
mengarahkan pelakon pada banyak peristiwa. Semisal, payahnya mama di tri semester
pertama kau bernaung di peranakan ini. Lalu di pertengahan bulan ketujuh,
gerakmu yang lincah sering kali membuat mama mengeluarkan darah segar yang
belakangan terlacak sebagai plasenta letak rendah (plasenta Previa) yang
merupakan salah satu hal kurang baik bagi keberlangsungan hidupmu, pun mama.
Sontak saja mama dan papa kaget! Tetapi kami berusaha berpikir tenang. Toh, ini bukan kali pertama. Setiap
hamil, gua garba ini memang selalu bermasalah. Dulu saat mengandung kakak Zao
juga demikian; mama harus meminum obat penguat rahim pagi dan malam selama 4
bulan agar kakak dapat bertahan, lalu saat lahiran pun hanya bisa melalui
operasi caesar.
Mama dan papa berserah diri.
Sepertinya, beginilah Tuhan hendak mengarahkan kisah hidup kita, dan kami yakin
endingnya pasti indah; entah dengan
berair mata, atau tawa paling lepas. Jalan cerita itu berlanjut, karena
seringnya berdarah, mama harus melahirkanmu di usia dalam kandungan belum genap
9 bulan. Walhasil, kau terlahir sungguh kecil dan harus di rawat inap selama 4 hari
dalam ruang NICU karena gangguan pernafasan dan kadar gula darah yang tidak
stabil. Selama di rumah sakit, mama dan papa sungguh cemas. Mama yang belum
bisa berdiri tegak karena perihnya sayatan bekas operasi di perut, hanya bisa
menanyakan kabarmu dari papa, nenek, kakek, tante yang bergiliran melihatmu/
menugguimu di ruang NICU, sembari mengirimkan doa-doa. Sungguh ini menyiksa!
Hari keempat di rumah sakit,
kabar baik. Kita diizinkan bertemu. Jam besuk ruangan NICU membebaskan mama
masuk melihatmu. Mama memerhatikan tubuhmu; sungguh kecil dan memerah, matamu
pun terlihat kuning. Ada sedikit gelisah: sehatkah dia? Namun gelisah itu terbayar,
saat mama mencium kening dan pipimu. Bibirmu bergerak, mungkin lapar, atawa kau
bisa merasakan nafas mama sebagaimana aroma pertama kau hirup saat perut mama
menganga dan tim medis mengangkatmu keluar, lalu melekatkan dirimu di pipi mama
yang saat itu masih dalam kendali bius anestesi spinal. Mama membisikkan
shalawat dan alfatihah di telingamu, selanjutnya berserah diri. Kita akan pulang
bersamaan, ke rumah bertemu kakak. Di pertemuan ini, kali pertama mama
menyusuimu.
Sembari menantimu dibolehkan
pulang bersama mama (sempat tersiar kabar jika kondisi tidak membaik kau akan tetap dirawat meski mama sudah pulang), kami mulai menelisik satu persatu kata yang cocok
disematkan sebagai namamu. Maaf, Nak. Sebenarnya, kami sudah menyiapkan nama
tetapi pantasnya digunakan untuk anak perempuan. Karena dari dua kali USG,
jenis kelaminmu masih belum pasti oleh posisi sungsang yang menyulitkan deteksi
jenis kelamin. Kami mengira kau adalah bayi perempuan. Orang-orang di sekitar
mama juga berpikir demikian dari tanda-tanda kehamilan yang dipercayai khalayak
merujuk kepada janin perempuan. Sekali lagi, Tuhan ingin membuat cerita ini
lebih seru. Kau terlahir laki-laki, dan kami memberimu nama Abhizar Akandra
Radeva; panggil saja Ken! Semua disadur dari bahasa sansekerta.
Nama yang cukup kontroversial
dalam keluarga karena penyebutan yang terasa sulit di lidah orang tua, dan
kata-katanya yang “tidak arab”. Beberapa kali, pihak keluarga mengusulkan alternatif
nama untuk mengganti pilihan kami. Namun papa dan mama bertahan. Nama itu
terlanjur jadi doa untukmu, Nak! Dan semua doa-doa bisa dilantunkan dengan
bahasa apa pun. Harapan kami, kau terlahir menjadi sosok welas asih, berpikiran
jernih, dan membawa kebahagiaan pada setiap kehadiranmu di mana pun dan dengan
siapa pun. Terutama untuk kakak Zao, kelak menjadilah “teman” penawar “nyala
api” yang berkobar-kobar dalam dirinya. Kau adalah tetesan air untuk kakak. Harapan
ini penuh penantian dari laju proses yang akan kita perankan bersama. Papa dan
mama berterima kasih pada keluarga yang menyarankan nama pengganti; kami tahu
mereka juga punya doa-doa di dalamnya. Tetapi kami telah mengucapkan doa
terlebih dahulu. Bukankah agar
terijabah, setiap harapan dalam doa-doa, layaknya senantiasa disebut
berulang-ulang sebagaimana kami memanggil-manggil namamu, Nak. Doa tidak butuh
renovasi.
Jadilah kini, kau menepaki usia 1
tahun. Perjalanan usia yang penuh “intrik”. Setiap hari, kau dan kakak Zao saling
beradu mencari perhatian yang kadang membuat papa mama kewalahan. Dalam kondisi
kami yang sama-sama bekerja, kedatanganmu mengikutkan “kesibukan” sendiri dari
pagi sampai malam, pun pada pengaturan jadwal jaga yang semisal kakak beradik
saling menunggu giliran menggunakan sepasang sepatu bergantian ke sekolah dalam
film Children of Heaven. Itu tidak
mudah! Kadang nada suara menukik sampai 8 oktaf. Sering juga, mama dan papa
harus berbagi membawa kau dan kakak ke tempat kerja, jika ada hal-hal yang
sulit dikondisikan. Beruntung tempat kerja mama dan papa sungguhlah ramah
dengan orang tua rempong seperti mama papa. Sering pula kami begadang
menyelesaikan pekerjaan yang tertunda menanti kau dan kakak terlelap; membuka
laptop saat kau dan kakak terjaga adalah “malapetaka”.
Saat bermain, atau bahkan sedang menyusu, berkali-kali kau "terpaksa" mengalah pada kakak. Kami harus menemani
kakak lebih lama dan membujuk kakak dengan pilihan kata-kata ribet dan super dramatis untuk mendamaikan perasaannya yang kadang merasa “terabaikan” lalu “mengusilimu”
berlebihan, dan merajuk meski pada hal-hal sepeleh; untuk ini tolong maafkan
kakak. Dia belum sepenuhnya siap mengemban gelar kakak. Maklumlah, empat tahun
enam bulan dia lalui dengan memiliki “perhatian” penuh dari papa mama. Berbagi yang
telah dimiliki itu cukup sulit, Nak. Kakak butuh belajar merelakan dan berbesar
hati. Dari lubuk hatinya, kakak sungguh sayang Ken, hanya saja belum sepenuhnya
tau cara mengungkapkannya.
Ken, selamat hari lahirmu di
tahun pertama ini. Sungguh istimewa hari lahirmu yang bertepatan dengan jumat agung, Nak. Sebuah hari yang menuliskan kisah pengorbanan satu "orang shaleh" demi menaungi umatnya, dan memenangkan keyakinannya. Maka, sadurlah spirit itu. Lihatlah, keluarga kecil kita jadi “megah” oleh datangmu. Kelak
jadilah sebagaimana harapan yang terselip pada namamu. Mulailah menjalani skenario
hidup yang ditulis Tuhan untukmu. Yakinlah, semua akan berjalan bahagia jika
dilakoni sepenuh jiwa, dan dikuatkan dengan ucapan syukur yang tiada henti.
Bukankah Tuhan berkata, “Bersyukurlah, maka nikmatmu akan kutambah!” Tetaplah
murah senyum, dan sebagai adik terlucu. Maafkan mama papa, pada segalah hal
yang belum maksimal dalam menemani masa bertumbuhmu. Tou malampe' sunge', mabarakka’ lino akhera’, Nak!
Makassar, 19 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar