Sabtu, 18 April 2020

AWAL CERITA KEN


Seperti sebuah cerita, hidup hanya bisa diarahkan akhirnya oleh penulis cerita tersebut. Para pembaca, atau penikmat cerita bertugas menerima dengan rupa-rupa kecamuk, semisal marah, penasaran, manggut-manggut, bahagia, dan bersedih pada setiap kisah yang dituliskan penulis. Demikian dirimu! Setelah berpaya-payah menuangkan segenap tenaga dan pikiran untuk kesembuhan kakak Zao yang divonis osteoforosis dini  di usianya yang belum genap 4 tahun. Selama setengah tahun, kakak menahan sakit nyerinya tulang-tulang di persendian kaki, bahkan hanya untuk menggerakkan tubuh di tempat tidur. Dalam situasi ini, kau hadir, bernafas dalam rahim mama. Ini sebuah alur hidup yang disuguhkanNya, sebagai pemilik cerita; mama dan papa bercuka cita! Setidaknya, dirimu adalah penawar “lelah” mengimbangi segenap hal sekaitan dengan pemulihan kakak.

Namun, tahukah? Mama dan papa hanyalah pelakon kisah. Sebagaimana nasib para pembaca, Sang Penulis bebas mengarahkan pelakon pada banyak peristiwa. Semisal, payahnya mama di tri semester pertama kau bernaung di peranakan ini. Lalu di pertengahan bulan ketujuh, gerakmu yang lincah sering kali membuat mama mengeluarkan darah segar yang belakangan terlacak sebagai plasenta letak rendah (plasenta Previa) yang merupakan salah satu hal kurang baik bagi keberlangsungan hidupmu, pun mama. Sontak saja mama dan papa kaget! Tetapi kami berusaha berpikir tenang. Toh, ini bukan kali pertama. Setiap hamil, gua garba ini memang selalu bermasalah. Dulu saat mengandung kakak Zao juga demikian; mama harus meminum obat penguat rahim pagi dan malam selama 4 bulan agar kakak dapat bertahan, lalu saat lahiran pun hanya bisa melalui operasi caesar.

Mama dan papa berserah diri. Sepertinya, beginilah Tuhan hendak mengarahkan kisah hidup kita, dan kami yakin endingnya pasti indah; entah dengan berair mata, atau tawa paling lepas. Jalan cerita itu berlanjut, karena seringnya berdarah, mama harus melahirkanmu di usia dalam kandungan belum genap 9 bulan. Walhasil, kau terlahir sungguh kecil dan harus di rawat inap selama 4 hari dalam ruang NICU karena gangguan pernafasan dan kadar gula darah yang tidak stabil. Selama di rumah sakit, mama dan papa sungguh cemas. Mama yang belum bisa berdiri tegak karena perihnya sayatan bekas operasi di perut, hanya bisa menanyakan kabarmu dari papa, nenek, kakek, tante yang bergiliran melihatmu/ menugguimu di ruang NICU, sembari mengirimkan doa-doa. Sungguh ini menyiksa!

Hari keempat di rumah sakit, kabar baik. Kita diizinkan bertemu. Jam besuk ruangan NICU membebaskan mama masuk melihatmu. Mama memerhatikan tubuhmu; sungguh kecil dan memerah, matamu pun terlihat kuning. Ada sedikit gelisah: sehatkah dia? Namun gelisah itu terbayar, saat mama mencium kening dan pipimu. Bibirmu bergerak, mungkin lapar, atawa kau bisa merasakan nafas mama sebagaimana aroma pertama kau hirup saat perut mama menganga dan tim medis mengangkatmu keluar, lalu melekatkan dirimu di pipi mama yang saat itu masih dalam kendali bius anestesi spinal. Mama membisikkan shalawat dan alfatihah di telingamu, selanjutnya berserah diri. Kita akan pulang bersamaan, ke rumah bertemu kakak. Di pertemuan ini, kali pertama mama menyusuimu.

Sembari menantimu dibolehkan pulang bersama mama (sempat tersiar kabar jika kondisi tidak membaik kau akan tetap dirawat meski mama sudah pulang), kami mulai menelisik satu persatu kata yang cocok disematkan sebagai namamu. Maaf, Nak. Sebenarnya, kami sudah menyiapkan nama tetapi pantasnya digunakan untuk anak perempuan. Karena dari dua kali USG, jenis kelaminmu masih belum pasti oleh posisi sungsang yang menyulitkan deteksi jenis kelamin. Kami mengira kau adalah bayi perempuan. Orang-orang di sekitar mama juga berpikir demikian dari tanda-tanda kehamilan yang dipercayai khalayak merujuk kepada janin perempuan. Sekali lagi, Tuhan ingin membuat cerita ini lebih seru. Kau terlahir laki-laki, dan kami memberimu nama Abhizar Akandra Radeva; panggil saja Ken! Semua disadur dari bahasa sansekerta.

Nama yang cukup kontroversial dalam keluarga karena penyebutan yang terasa sulit di lidah orang tua, dan kata-katanya yang “tidak arab”. Beberapa kali, pihak keluarga mengusulkan alternatif nama untuk mengganti pilihan kami. Namun papa dan mama bertahan. Nama itu terlanjur jadi doa untukmu, Nak! Dan semua doa-doa bisa dilantunkan dengan bahasa apa pun. Harapan kami, kau terlahir menjadi sosok welas asih, berpikiran jernih, dan membawa kebahagiaan pada setiap kehadiranmu di mana pun dan dengan siapa pun. Terutama untuk kakak Zao, kelak menjadilah “teman” penawar “nyala api” yang berkobar-kobar dalam dirinya. Kau adalah tetesan air untuk kakak. Harapan ini penuh penantian dari laju proses yang akan kita perankan bersama. Papa dan mama berterima kasih pada keluarga yang menyarankan nama pengganti; kami tahu mereka juga punya doa-doa di dalamnya. Tetapi kami telah mengucapkan doa terlebih dahulu.  Bukankah agar terijabah, setiap harapan dalam doa-doa, layaknya senantiasa disebut berulang-ulang sebagaimana kami memanggil-manggil namamu, Nak. Doa tidak butuh renovasi.

Jadilah kini, kau menepaki usia 1 tahun. Perjalanan usia yang penuh “intrik”. Setiap hari, kau dan kakak Zao saling beradu mencari perhatian yang kadang membuat papa mama kewalahan. Dalam kondisi kami yang sama-sama bekerja, kedatanganmu mengikutkan “kesibukan” sendiri dari pagi sampai malam, pun pada pengaturan jadwal jaga yang semisal kakak beradik saling menunggu giliran menggunakan sepasang sepatu bergantian ke sekolah dalam film Children of Heaven. Itu tidak mudah! Kadang nada suara menukik sampai 8 oktaf. Sering juga, mama dan papa harus berbagi membawa kau dan kakak ke tempat kerja, jika ada hal-hal yang sulit dikondisikan. Beruntung tempat kerja mama dan papa sungguhlah ramah dengan orang tua rempong seperti mama papa. Sering pula kami begadang menyelesaikan pekerjaan yang tertunda menanti kau dan kakak terlelap; membuka laptop saat kau dan kakak terjaga adalah “malapetaka”. 

Saat bermain, atau bahkan sedang menyusu, berkali-kali kau "terpaksa" mengalah pada kakak. Kami harus menemani kakak lebih lama dan membujuk kakak dengan pilihan kata-kata ribet dan super dramatis untuk mendamaikan perasaannya yang kadang merasa “terabaikan” lalu “mengusilimu” berlebihan, dan merajuk meski pada hal-hal sepeleh; untuk ini tolong maafkan kakak. Dia belum sepenuhnya siap mengemban gelar kakak. Maklumlah, empat tahun enam bulan dia lalui dengan memiliki “perhatian” penuh dari papa mama. Berbagi yang telah dimiliki itu cukup sulit, Nak. Kakak butuh belajar merelakan dan berbesar hati. Dari lubuk hatinya, kakak sungguh sayang Ken, hanya saja belum sepenuhnya tau cara mengungkapkannya.

Ken, selamat hari lahirmu di tahun pertama ini. Sungguh istimewa hari lahirmu yang bertepatan dengan jumat agung, Nak. Sebuah hari yang menuliskan kisah pengorbanan satu "orang shaleh" demi menaungi umatnya, dan memenangkan keyakinannya. Maka, sadurlah spirit itu. Lihatlah, keluarga kecil kita jadi “megah” oleh datangmu. Kelak jadilah sebagaimana harapan yang terselip pada namamu. Mulailah menjalani skenario hidup yang ditulis Tuhan untukmu. Yakinlah, semua akan berjalan bahagia jika dilakoni sepenuh jiwa, dan dikuatkan dengan ucapan syukur yang tiada henti. Bukankah Tuhan berkata, “Bersyukurlah, maka nikmatmu akan kutambah!” Tetaplah murah senyum, dan sebagai adik terlucu. Maafkan mama papa, pada segalah hal yang belum maksimal dalam menemani masa bertumbuhmu. Tou malampe' sunge', mabarakka’ lino akhera’, Nak!

Makassar, 19 April 2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo Pulang, Lebaran Tanpa Tetapi!

Seminggu jelang lebaran, telepon terus berdering dari keluarga saya, pun keluarga suami bertanya tentang pulang. Lebaran tahun ini, se...